Kabupaten Sukabumi merupakan wilayah yang kaya akan keindahan alam, budaya, serta potensi sumber daya manusia yang beragam. Namun, di tengah geliat pembangunan dan tuntutan modernisasi, perhatian terhadap keberlanjutan sering kali terpinggirkan. Banyak pemimpin daerah yang lebih sibuk membangun citra melalui kunjungan kerja dan aktivitas lapangan, tetapi gagal memberikan dampak yang substansial. Kegiatan ini kerap menjadi ajang permainan opini, di mana masyarakat diperlihatkan kesibukan semu tanpa hasil nyata yang mampu memperbaiki kehidupan mereka. Yang lebih ironis, upaya untuk terlihat aktif justru kerap mengabaikan aspek lingkungan, sehingga melahirkan kerusakan yang mengancam generasi mendatang. Kabupaten Sukabumi memerlukan pemikiran dan tindakan yang jernih, terencana, serta berlandaskan prinsip moral dan spiritual yang kuat.
Pemikiran Al-Farabi, seorang filsuf besar Islam, menawarkan kerangka refleksi yang relevan dalam konteks ini. Dalam karyanya Al-Madinah Al-Fadhilah (Negara Utama), Al-Farabi menggarisbawahi pentingnya kepemimpinan yang berorientasi pada keseimbangan. Pemimpin ideal adalah mereka yang mampu mengharmonisasikan kebutuhan material masyarakat dengan tatanan spiritual dan ekologis. Menurut Al-Farabi, keberlanjutan tidak hanya melibatkan pembangunan fisik, tetapi juga pemeliharaan hubungan antara manusia dan alam. “Pemimpin sejati,” tulisnya, “adalah mereka yang menjaga keseimbangan, bukan yang mempercepat kerusakan.” Prinsip ini sangat relevan untuk Sukabumi, yang memiliki potensi besar untuk berkembang tanpa harus mengorbankan lingkungan dan masyarakat lokal.
Ibnu Khaldun, seorang pemikir Islam yang terkenal dengan teori siklus peradaban dalam Muqaddimah, memberikan peringatan serius tentang risiko eksploitasi lingkungan. Ia berpendapat bahwa keruntuhan suatu peradaban sering kali diawali oleh ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam. Ketika penguasa lebih mementingkan keuntungan pribadi atau politis, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat dan ekosistem, maka kehancuran adalah keniscayaan. Ibn Khaldun menulis, “Penguasa yang mengabaikan keadilan dalam pengelolaan sumber daya sedang menggali jurang kehancuran bagi dirinya dan rakyatnya.” Dalam konteks Sukabumi, pengelolaan pembangunan harus dilakukan dengan bijaksana, memastikan bahwa eksploitasi sumber daya tidak mengorbankan daya dukung lingkungan yang menjadi pondasi utama kehidupan.
Imam Al-Ghazali, dalam Ihya Ulumuddin, memberikan dimensi spiritual pada isu kepemimpinan dan lingkungan. Ia menekankan bahwa kepemimpinan adalah amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Setiap keputusan seorang pemimpin harus didasarkan pada prinsip keadilan dan keberlanjutan. Ketika kebijakan dibuat tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan, pemimpin tersebut bukan hanya berkhianat kepada rakyatnya, tetapi juga kepada Sang Pencipta. Al-Ghazali mengingatkan, “Barang siapa yang diberi amanah, maka ia wajib menjalankannya dengan keadilan dan kebijaksanaan.” Prinsip ini menjadi pengingat bahwa kebijakan publik harus melindungi, bukan merusak, lingkungan sebagai bagian integral dari kehidupan masyarakat.
Dalam upaya memulihkan Kabupaten Sukabumi, beberapa langkah konkret perlu segera diambil. Pertama, transparansi dalam pengelolaan anggaran harus menjadi prioritas. Kebijakan yang dibuat harus terbuka dan dapat diaudit oleh masyarakat, terutama yang berkaitan dengan proyek-proyek pembangunan yang berpotensi merusak lingkungan. Kedua, pemerintah daerah perlu melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan, khususnya di sektor lingkungan. Partisipasi aktif masyarakat akan memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kearifan lokal. Ketiga, pendidikan ekologi berbasis agama perlu dikembangkan sebagai strategi jangka panjang. Nilai-nilai agama yang menekankan pentingnya menjaga lingkungan dapat menjadi dasar bagi masyarakat untuk lebih peduli terhadap kelestarian alam.
Kabupaten Sukabumi harus dibangun dengan visi yang mengintegrasikan pembangunan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan keberlanjutan lingkungan. Pemimpin yang baik bukanlah mereka yang hanya terlihat sibuk di lapangan, melainkan yang mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kelestarian alam. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-Jasiyah: 13, “Allah telah menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.” Ayat ini mengingatkan kita bahwa segala sesuatu di bumi adalah amanah yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.
Kabupaten Sukabumi membutuhkan pemimpin dan masyarakat yang mampu berpikir jernih, bertindak bijaksana, dan bekerja dengan semangat menjaga keseimbangan ekosistem. Keberhasilan pembangunan tidak diukur dari banyaknya infrastruktur yang dibangun, tetapi dari bagaimana pembangunan tersebut mampu menciptakan kehidupan yang lebih baik tanpa merusak alam. Ini adalah panggilan bagi kita semua, untuk menjadikan Sukabumi sebagai contoh daerah yang maju secara ekonomi, adil secara sosial, dan berkelanjutan secara ekologis. Hanya dengan demikian, Sukabumi dapat benar-benar menjadi wilayah yang amanah dan berkah bagi generasi sekarang dan yang akan datang.
Baca juga : https://msodikin.id/surat-terbuka-untuk-seluruh-ibu/